Cerpen : Merawat Kota Randang
Fiksi, Medianers Kota Randang yaitu Kota indah dan terawat. Kota yang tidak pernah mati, selalu ramai dari pagi sampai esok paginya lagi. Sepanjang jalan berjejeran ragam kuliner yang sangat siap merayu pengunjung agar singgah untuk dicicipi. Ada Sate Daguang-danguang, Martabak Kubang, Bandrek, dan masih banyak lagi yang siap menggoda pengunjung. Hidangan paling menarik di Kota Randang yaitu lezatnya daging dan bumbu rendang buatan warga.
Dulu sekali. Sebelum bulan Maret 2020. Setiap warga Kota Randang, bebas menikmati suasana kota, bercengkrama bersama sobat sebaya, mendengar alunan musik akustik di cafe, atau di warung kawa daun. Semuanya bebas bergembira, tanpa larangan. Bahkan pemerintah Kota gencar mempromosikan agar Kota Randang nan bagus itu, dikunjungi oleh warga kawasan tetangga. Silahkan eksplorasi dan nikmati segala macam suguhan yang ada di kota yang hanya memiliki luas 80.43 Kilometer persegi itu.
Sekarang semuanya berubah. Mengapa aktifitas kehidupan dan roda ekonomi seakan dihentikan? Ini konspirasi global tudingan salah seorang warga bernama Ugnud, (35). Ia bercakap-cakap dengan temannya, Ratnip, (36). Kata Ugnud, "Saya heran dengan konspirasi ini, semuanya dibatasi. Terkesan penakut. Apa pula itu corona. Yang mau mati itu, niscaya akan mati juga. Kalau ilahi berkehendak, mengapa pula sholat di Mesjid dihentikan. Kita diatur-atur mau keluyuran atau mau ke pasar, kan Saya mau membantu pedagang, semoga jualannya laku, " kata Ugnud menyalahkan keadaan.
"Terserah. Suka-suka kau sajalah. Mau sholat di Mesjid. Oh ya, emang kamu sering sholat berjamaah di Mesjid sebelum ini? Ah sudah lah. Mau ke pasar, keluyuran malam, atau bikin konser pun tidak masalah. Yang akan sakit kamu, jika mau mati kamu, yang akan menikmati kamu juga. Kalau Saya tidak peduli, " jawab temannya Ratnip setengah murka. "Lho kok gitu sih. Kamu mendoakan Saya mati ya," sergah Ugnud. "Lah, bukannya kau yang bilang tadi, kalau yang akan mati tetap mati juga," ulas Ratnip.
Percakapan dua orang sahabat tersebut mulai panas. "Yang Saya sesali, kenapa orang pemerintah itu naif sekali. Masak percaya saja dan takut sama virus corona. Coba perlihatkan ke Saya bentuknya. Saya yakin ini hanya mengada-ada. Ini niscaya konspirasi global si Wahyudi," debat Ugnud. Terserah kamu. Mau konspirasi apa kek. Wahyudi, Mamarika, pokoknya suka-suka kau sajalah. Saya terserah kau saja," cetus Ratnip, yang membuat Ugnud kesal dengar jawaban demikian.
"Saya perhatikan jawabanmu latah, seperti kata orang astronot itu, pakai terserah-terserah terus. Emang kamu tak percaya ini konspirasi global ? Yang tujuannya menghancurkan ekonomi negara kita. Sudah berapa rendang kita tidak diekspor ke luar negri gara-gara gosip corona ini," tanya Ugnud sambil mengerinyitkan dahi. "Eh dodol ! Kamu dungu apa Ugnud sih? Ndak lihat kau sudah berapa orang terinfeksi karena virus corona di dunia, dan berapa pula yang meninggal. Kalau pakai gawai itu gunakan untuk membaca, jangan hanya lihat - lihat komentar dan judul informasi saja," jawab Ratnip.
Amarah Ugnud terlihat memuncak hingga ke ubun-ubunnya, alasannya adalah merasa logika berpikirnya dilecehkan oleh Ratnip. Namun, Ratnip tidak menggubris reaksi Ugnud. Bahkan Ratnip terlihat hirau dan bertambah ketus, sembari menggulir layar smart phone dengan ujung jari. "Noh, kamu dengar ini, Saya bacakan, menurut Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia, Adib Khumaidi, virusnya enggak bergerak, yang bergerak manusianya, jadi jika manusia bergerak, maka virusnya ikutan bergerak," demikian Ugnud membacakan narasi sebuah berita media daring.
"Kenapa kamu bingung? Saya terangkan ya. Maknanya, jika warga Kota tidak membatasi pergerakan, masih saja membaur di keramaian, maka sangat berpotensi antara satu orang berstatus carrier, akan memindahkan virus corona ke orang lain, bahkan ke ratusan orang," tambah Ratnip, yang menciptakan Ugnud semakin gundah akan penjelasannya. "Iya kan harusnya pemerintah memberi rakyat dukungan, agar masyarakat patuh dan tetap tinggal di rumah," balas Ugnud.
"Saya paham yang kau maksud. Tapi, tolong kau perhatikan, apakah yang kelas menengah ke bawah yang tidak patuh hukum PSBB? Coba kau perhatikan lagi, apakah pemerintah melarang pedagang kecil berjualan? Saya jawab ya, tidak. Pedagang kecil boleh membuka usahanya, terutama yang berhubungan dengan kebutuhan pokok. Saya melihat yang punya uang yang acap melanggar, suka keluyuran duduk di cafe, makan di restoran cepat saji, beli ini itu di toko pakaian, tanpa memperhatikan protokol kesehatan. Ini soal kesadaran. Bukan soal boleh atau tidaknya berusaha," terperinci Ratnip.
" Ya sudah. Terserah kau saja lah, suka-suka kau saja," balas Ugnud, tanpa dia sadari telah meniru kata-kata Astronot yang lagi viral.
"Haha, Kok kamu kini yang latah? Memang, apa pun jenis aturan, dan seketat apa pun ditegakkan pihak berwenang. Siapa pun bisa saja berhasil melanggar, tanpa kena dakwaan. Namun, yang dituntut dalam PSBB adalah kesadaran. Sadar akan manfaat dari himbauan dimaksud, mau menahan diri supaya tidak melanggarnya. Ingat, waktu masih panjang. Tahun berikutnya masih ada, untuk dinikmati kembali. Siapa pun niscaya rindu suasana mirip dulu lagi. Anak muda boleh kembali nongkrong di cafe. Bapak dan Ibu-ibu bisa bebas belanja apa saja di toko pakaian, maupun suplemen, asalkan wabah ini bisa dikendalikan," ceramah Ratnip.
"Terserah kamu. Suka-suka kamu saja lah, Saya dengarkan, teruskan apa lagi," Ugnud menantang.
"Oke. Manakala tidak menahan diri, ada potensi virus corona akan betah menumpang hidup di dalam pernafasan insan. Fakta dan data di Kota Randang telah menunjukan bahwa penyebaran virus corona bermula dari klaster pasar. Jika hal itu tidak dijadikan sebagai alarm, maka ada kemungkinan penyebaran akan terus berlanjut. Bisa saja berdalih dan menyepelekan virus corona hanya seperti flu biasa, yang mampu sembuh. Itu benar, tapi perlu diingat virus corona yang menimbulkan penyakit Covid-19 adalah virus jenis gres, yang perangainya belum banyak diketahui oleh para hebat kesehatan," ceramah Ratnip menjadi-jadi.
"Terserah kamu, ada lagi ceramahmu nggak," pinta Ugnud.
"Iya, Masih banyak. Kamu tau nggak. Pasien sudah sembuh, ternyata mampu postif lagi. Tentunya mencengangkan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan hal itu bisa terjadi, alasannya ketidakmampuan antibodi dalam darah memperlihatkan santunan maksimal terhadap reinfeksi. Idealnya, antibodi bekerja efektif menangkal reinfeksi, tapi pada kasus Covid-19 itu terjadi. Contoh, jika seseorang pernah kena penyakit campak, maka dilain waktu virus campak tidak akan bisa lagi menginfeksi, alasannya adalah daya tahan badan mantan penyakit campak sudah kebal. Hal seperti itu, tidak berlaku bagi penderita Covid-19. Masih berpotensi terinfeksi kembali," tambah Ratnip.
"Oke, argumenmu Saya terserahkan sajalah dulu. Jadi menurutmu bagaimana sebaiknya," tanya Ugnud.
"Saya tidak menakut-nakuti. Hanya memberikan pandangan bahwa, jikalau kamu mengasihi Kota Randang nan bagus ini, dan mengasihi keluarga di rumah, atau sedikit saja menghargai petugas adonan yang berada di garis depan, maka alangkah baiknya hari raya lebaran Idul Fitri 2020 disambut dengan sederhana. Bersabar untuk tidak euforia, hindari berada di pasar tanpa tujuan penting. Hari raya akan tetap ada di tahun berikutnya, sebaiknya tunda dulu berkerumun di toko-toko pakaian. Nongkrong di cafe-cafe, dan keluar tanpa alasan penting, dan patuhi protokol kesehatan. Kalau tidak kita yang merawat Kota Randang ini, siapa lagi," jelas Ratnip.
Ugnud hanya mengangguk-angguk sinis mendengar klarifikasi Ratnip, sambil berkata dalam hati, "terserah kamu." Akhirnya, dua sekawan itu, berdamai dalam membisu. Tak mau lagi melanjutkan perdebatannya soal virus corona. Tamat. (Anton Wijaya)
Comments
Post a Comment