Patofisiologi Bph (Benigna Prostat Hiperplasia)
Medianers Patofisiologi BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) adalah perubahan mikroskopik pada prostat terjadi pada pria usia 30 - 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik berkembang, maka akan terjadi perubahan patologi anatomi pada pria usia 50 tahunan.
Perubahan hormonal menimbulkan hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular pada prostat.
Teori Terjadinya BPH :
Teori Dehidrosteron (DHT) yaitu aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron (DHT) dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang menimbulkan inskripsi pada RNA sehingga mengakibatkan terjadinya sintesa protein.
Teori hormon pada orang bau tanah ialah bab tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif atau otoriter. Estrogen berperan pada kemunculan dan perkembangan hiperplasi prostat.
Faktor interaksi stroma dan epitel hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth factor (b-FGF) mampu menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak.
Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a- reduktase. b-FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma alasannya adalah miksi, ejakulasi dan bengkak.
Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan mesenkim sinus urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan prostat. Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada terusan kemih juga terjadi secara perlahan-lahan.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan kesannya mengalami dekompensasi dan tidak bisa lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya mampu menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi jalan masuk kemih atas.
Adapun patofisiologi dari masing-masing tanda-tanda ialah : Penurunan kekuatan dan ajaran yang disebabkan resistensi uretra yakni citra awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi pada prostat yang membesar.
Hesitancy (bila mau miksi harus menunggu usang), terjadi alasannya adalah detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra. Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai final miksi.
Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli. Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) alasannya adalah hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada ketika miksi) jarang terjadi.
Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter, Inkontinensia bukan tanda-tanda yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara terpola sebab setelah buli-buli mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.
Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah submukosa pada prostat membesar. Lobus yang mengalami hipertropi mampu menyumbat kolum vesikal atau uretra prostatik, sehingga menjadikan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin.
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap, serta gagal ginjal. Infeksi susukan kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap berada dalam akses kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme infektif.
Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli, Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menjadikan hematuri. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan jikalau terjadi refluks mampu terjadi pielonefritis. Baca juga : Penyebab, Tanda dan Gejala BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)
Comments
Post a Comment